Struktur Produksi, Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan Bab 8
Nama
: Bram Kutut
Npm
: 20208256
Kelas
: 1EB06
Mata
kuliah : Perekonomian Indonesia
Tugas
Perekonomian Indonesia Bab 8.
Struktur
Produksi, Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan
Di negara
Indonesia ini secara grafis dan klimatogis merupakan negara yang mempunyai
potensi ekonomi yang sangat tinggi. Dengan garis ppantai yang terluas di dunia,
iklim yang memungkinkan untuk pendayagunaan lahan sepanjaang tahun, hutan dan
kandungan bumi Indonesia yang sangat kaya, merupakan bahan yang utama untuk
membuat negara kita menjadi kaya. Suatu perencanaan yang bagus yang mampu
memanfaatkan semua bahan baku tersebut secara optimal, akan mampu mengantarkan
negara Indonesia menjadi negara yang makmur akan hasil pertaniannya dan hasil
rempah-rempahnya. Ini terlihat dari hasil Pelita III sampai dengan Pelita V
yang dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% - 8% membuat Indonesia menjadi
salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan penduduk yang
tinggi. Dan Indonesia menjadi salah satu negara yang mendapat julukan “Macan
Asia”.
Namun ternyata
semua pertumbuhan ekonomi dan pendapatan tersebut ternyata tidak memberikan
dampak yang cukup berati pada usaha pengentasan kemiskinan. Indonesia adalah
sebuah negara yang penuh paradoks. Negara ini subur dan kekayaan alamnya
melimpah, namun sebagian cukup besar rakyat tergolong miskin. Pada puncak
krisis ekonomi tahun 1998-1999 penduduk miskin Indonesia mencapai sekitar 24%
dari jumlah penduduk atau hampir 40 juta orang. Tahun 2002 angka tersebut sudah
turun menjadi 18% dan pada menjadi 14% pada tahun 2004. Situasi terbaik terjadi
antara tahun 1987-1996 ketika angka rata-rata kemiskinan berada dibawah 20%,
dan yang paling baik adalah pada tahun 1996 ketika angka kemiskinan hanya
mencapai 11,3%.
Di Indonesia
pada awal orde baru para pembuat kebijakkan perencanaan pembangunan di Jakarta
masih sangat percaya bahwa proses pembangunan ekonomi yang pada awalnya
terpusatkan hanya di Jawa, khususnya Jakarta dan sekitarnya, dan hanya
disektor-sektor tertentu saja pada akhirnya akan menghasilkan “Trickle Down
Effect” . Didasarkan pada pemikiran tersebut, pada awal orde baru hingga
akhir tahun 1970-an, strategi pembangunan ekonomi yang dianut oleh pemerintahan
orde baru lebih berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa
memperhatikan pemerataan pembangunan ekonomi.
Krisis yang
terjadi secara mendadak dan diluar perkiraan pada akhir dekade 1990-an
merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. Bagi kebanyakan
orang, dampak dari krisis yang terparah dan langsung dirasakan, diakibatkan
oleh inflasi. Antara tahun 1997 dan 1998 inflasi meningkat sebesar 6% menjadi
68%, sementara upah rill turun menjadi hanya sekitar sepertiga dari nilai
sebelumnya. Akibatnya, kemiskinan meningkat tajam. Antara tahun 1996 dan 1999
proporsi orang yang hidup dibawah garis kemiskinan bertambah dari 18% menjadi
24% dari jumlah penduduk. Pada sat yang sama, kondisi kemiskinan menjadi
semakin parah, karena pendapatan kaum miskin secara keseluruhan menurun jauh
dibawah garis kemiskinan.
Kemiskinan
menurut beberapah ahli sebagai berikut :
1. Kemiskinan
menurut Soerjono Soekanto, (1982, Sosiologi: suatu Pengantar, Rajawali
Press) "kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak
sanggup memlihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga
tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok
tersebut."
2. Amartya
Sen, seperti dikutip dari Bloom dan Canning (2001, The Health and Poverty of Nations: From
Theory to Practice, School of Public Health, Harvard University,
Boston and Dept. of Economics, Queens University, Belfast) mengatakan bahwa
seseorang dikatakan miskin bila mengalami "capability deprivation"
dimana seseorang tersebut mengalami kekurangan kebebasan yang substantif.
Menurut Bloom dan Canning, kebebasan substantif ini memiliki dua sisi:
kesempatan dan rasa aman. Kesempatan membutuhkan pendidikan dan keamanan
membutuhkan kesehatan.
3. Todaro,
(1984, Ekonomi bagi Negara sedang Berkembang buku I, hal 308) "Pendapatan perkapita
yang tinggi bukan merupakan jaminan tiadanya sejumlah kemiskinan absolut"
4.
Menurut
Paul Spicker (2002, Poverty and the
Welfare State : Dispelling the Myths, A Catalyst Working Paper, London:
Catalyst.) penyebab kemiskinan dapat dibagi dalam empat mazhab:
- Individual explanation, diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri: malas, pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, cacat bawaan, belum siap memiliki anak dan sebagainya.
- Familial explanation, akibat faktor keturunan, dimana antar generasi terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat pendidikan.
- Subcultural explanation, akibat karakteristik perilaku suatu lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat.
- Structural explanations, menganggap kemiskinan sebagai produk dari masyarakat yang menciptakan ketidakseimbangan dengan pembedaan status atau hak.
5.
Menurut
Sharp et al. (Sharp, A.M., Register, C.A., Grimes , P.W. ( 2000), Economics of Social Issues 14th
edition, New York: Irwin/McGraw-Hill. kemiskinan bersumber dari hal di
bawah ini, yaitu:
1. Rendahnya kualitas angkatan kerja.
Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan adalah karena
rendahnya kualitas angkatan kerja. Kualitas angkatan kerja ini bisa dilihat
dari angka buta huruf. Sebagai contoh Amerika Serikat hanya mempunyai angka
buta huruf sebesar 1%, dibandingkan dengan Ethiopia yang mempunyai angka diatas
50%.
2. Akses yang sulit terhadap
kepemilikan modal.
Kepemilikan modal yang sedikit serta rasio antara modal dan
tenaga kerja (capital-to-labor ratios)
menghasilkan produktivitas yang rendah yang pada akhirnya menjadi faktor
penyebab kemiskinan.
3. Rendahnya tingkat penguasaan
teknologi.
Negara-negara dengan penguasaan teknologi yang rendah
mempunyai tingkat produktivitas yang rendah pula. Tingkat produktivitas yang
rendah menyebabkan terjadinya pengangguran. Hal ini disebabkan oleh kegagalan
dalam mengadaptasi teknik produksi yang lebih modern. Ukuran tingkat penguasaan
teknologi yang rendah salah satunya bisa dilihat dari penggunaaan alat-alat
produksi yang masih bersifat tradisional.
4. Penggunaan sumber daya yang tidak
efisien.
Negara miskin sumber daya yang tersedia tidak dipergunakan
secara penuh dan efisien. Pada tingkat rumah tangga penggunaan sumber daya
biasanya masih bersifat tradisional yang menyebabkan terjadinya inefisiensi.
5. Pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Menurut teori Malthus jumlah penduduk berkembang sesuai
deret ukur sedangkan produksi bahan pangan berkembang sesuai deret hitung. Hal
ini mengakibatkan kelebihan penduduk dan kekurangan bahan pangan. Kekurangan
bahan pangan merupakan salah satu indikasi terjadinya kemiskinan.
PENJELASAN ANTARA PERTUMBUHAN DAN PEMERATAAN DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA
Pertumbuhan ekonomi mempunyai arti penting. Petumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu
keharusan bagi kelangsungan pembangunanekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Karena
jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang dengan sendirinya kebutuhan
konsumsinsehari-hari juga bertambah setiaptahun, maka dibutuhkan penambahan pendapatan
setiap tahun.
Selain dari sisi permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran,
pertumbuhan penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber
pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan
kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambhana pendapatan
tersebut (ceteris paribus),
yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan
peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja itu
sendiri hanya bisa dicapai dengan penigkatan output agregat (barang dan jasa) atau PDB yang terus-menerus.
Dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB, yang
berarti peningkatan PN.
Konsep
Pendapatan Nasional mempunyai dua arti yaitu dalam arti luas dan dalam arti
sempit. Dalam arti sempit, PN adalah PN sedangkan dalam arti luas, PN dapat
merujuk ke PDB atau merujuk ke produk nasional bruto (PNB), atau ke produk
nasional neto (PNN). Perhitungan PN diawali dengan perhitungan PDB. Hubungan
antara PDB dan PN dapat dijelaskan melalui beberapa persamaan sederhana sebagai
berikut:
PNB = PDB + F
PNN = PNB - D
PN = PNN -Ttl
keterangan:
F = pendapatan neto atas faktor luar negeri
D = penyusutan
Ttl = pajak tak langsung neto
Jika tiga persamaan di atas di gabungkan, akan memperoleh persamaan sebagai berikut:
PDB = PN + Ttl + D - F
atau
PN = PDB +F - D –Ttl
PNB = PDB + F
PNN = PNB - D
PN = PNN -Ttl
keterangan:
F = pendapatan neto atas faktor luar negeri
D = penyusutan
Ttl = pajak tak langsung neto
Jika tiga persamaan di atas di gabungkan, akan memperoleh persamaan sebagai berikut:
PDB = PN + Ttl + D - F
atau
PN = PDB +F - D –Ttl
PDB dapat diukur dengan tiga macam pendekatan, yaitu
pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Dua
pendekatan pertama tersebut adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat,
sedangkan pendekatan pengeluaran adalah perhitungan PDB dari sisi permintaan
agregar.
Sumber-sumber pertumbuhan dapat bersumber dari pertumbuhan
permintaan agragat (AD) atau dan pertumbuhan penawaran agregat (AS). Penjelasan
ini juga terdapat teori-teori dan model-model pertumbuhan perekonomian seperti Teori Klasik, Teori Neo-Keynes, Teori Neo-Klasik dan Teori Modern. Di
dalam teori klasik ada dua aliran pemikiran mengenai pertumbuhan ekonomi yang
dilihat dari sisi AS/produksi yaitu teori klasik dan teori modern dan diantara
kedua ini, teori neo-keynes dan teori neo-klasik.
Dasar pemikiran teori klasik adalah pembangunan ekonomi yang
dilandasi oleh sistem Liberal, yang manapertumbuhan ekonomi di pacu oleh
semangat untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Beberapa teori klasik terdapat
disini yaitu sebagai berikut:
- Teori Pertumbuhan Adam Smith, di dalam teori ini terdapat tiga faktor penentu proses produksi/pertumbuhan, yaitu SDA, SDM, dan barang modal.
- Teori Pertubuhan David Ricardo, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh SDA (dalam arti tanah) yang terbatas jumlahnya, dan jumlah penduduk yang menghasilkan jumlah tenaga kerja yang menyesuaikan diri dengan tingkat upah. Menurut David Ricardo pertanian adalah sektor utama sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
- Teori Pertumbuhan dari Thomas Robert Malthus, menurutnya, ukuran keberhasilan pembangunan suatu perekonomian adalah kesejahteraan Negara, yakni jika PNB potensialnya meningkat. Sekotor yang paling dominan adalah sektor industri dan pertanian. Jika output di kedua sektor itu di tingkatkan, maka PNB potensialnya akan bisa di tingkatkan. Menurut Thomas Robert Malthus ada dua faktor yang sangat menentukan pertumbuhan yaitu faktor ekonomi seperti tanah, tenaga kerja, modal dan organisasi ; dan juga faktor nonekonomis seperti keamanan atas kekayaan, konstitusi dan hukum yang pasti, etos kerja dan disiplin pekerja yang tinggi. tetapi, diantara faktor tersebut yang paling berpengaruh adalah faktor akumulasi modal.
- Teori Marx, membuat lima tahapan perkembangan sebuah perekonomian yaitu: 1. perekonomian komunal priminif 2. perekonomian perbudakan 3. perekonomian feodal 4. perekonomian kapitalis 5. perekonomian sosialis.
Teori selanjutnya yaitu tentang teori Neo-Keynes, model
pertumbuhan yang di dalam kelompok teori Neo-Keynes adalah model daro Harrod
dan Domar yang mencoba memeperlus teori keynes mengenai keseimbangan
pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangaka panjang dengan menlihat pengaruh
dari investasi, baik pada AD maupun pada perluasan kapasitas produksi AS, yang
pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya yaitu mengenai Teori Neo-Klasik. Pemikiran dari
teori ini didasarkan pada kritik atas kelemahan-kelemahan atau penyempurnaan
terhadap pandangan/asumsi dari teori klasik. Beberapa model teori ini adalah
sebagai berikut yaitu:
- Model Pertumbuhan A.Lewis
- MOdel Petumbuhan Paul A.Baran
- Teori Ketergantungan Neokolonial
- Model Pertumbuhan WW.Rostow
Kemudian Teori Modern, dari teori-teori yang di bahas dia
atas kurang dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang sejak tahun 1950-an di
banyak negara di dunia yang kenyataannya pertumbuhan tersebut tidak sepenuhnya
hanya dodorong olah akumulasi modal dan penambahan jumlah tenaga kerja,, tetapi
juga disebabkan oleh peningkatan produktifitas dari kedua faktor tersebut.
Setelah melihat teori-teori di atas
kita akan melihat kondisi pembangunan ekonomi Indonesia selama pemerintahan
orde baru (sebelum krisis ekonomi 1997) dapat dikatakan bahwa Indonesia telah
mengalami suatu proses dalam pembanguna ekonomi yang spektakuler, paling tidak
pada tingkat makro(agregat). Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah
indikator ekonomi makro tetapi, pada sekarang ini pemerataan dalam konteks
Pembangunan Ekonomi Indonesia kurang merata karena semakin banyak saja
masyarakat khususnya Indonesia yang masih kekurangan dalam faktor pendidikan,
kesehatan, dan pekerjaan.
Daftar
Pustaka :
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda